Pemenuhan Layanan Kesehatan Reproduksi Remaja Masih Setengah Hati

JAKARTA | Jejakperistiwa.com – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah mengembangkan program kesehatan remaja dengan pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) sejak tahun 2003. Sebagaimana diamanahkan dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, paket layanan PKPR seyogyanya meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara komprehensif mencakup: (1) pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja; (2) pelayanan gizi: pencegahan anemia dan salah gizi; (3) tumbuh kembang remaja; (4) skrining status TT pada remaja; (5) pelayanan kesehatan jiwa remaja, termasuk masalah perundungan; (6) pencegahan dan penanggulangan NAPZA; (7) deteksi dan pengobatan penyakit menular, termasuk PMS dan HIV.

Pada kajian kepustakaan (Roy Tjiong, 2022) periode 2015-2018 terdapat 12 artikel, yakni pada periode sebelum diluncurkannya Pedoman Standar Nasional PKPR tahun 2018, terungkap bahwa kelemahan mendasar dari PKPR terletak pada supply side yakni lemahnya infrastruktur Puskesmas dan lemahnya kompetensi petugas PKPR. Namun kajian kepustakaan periode 2018-2020 dengan 5 artikel ternyata kelemahan mendasar PKPR masih belum berubah. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan remaja belum menjadi prioritas daerah, kajian ini diarahkan pada upaya untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan baik dari sisi supplyside (layanan) maupun dari segi demand side (kesadaran remaja akan kebutuhan kespro nya), maupun ekosistem pendukungnya
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) tahun 2017, PKPR masih belum dirasakan maksimal keberadaanya dan masih setengah hati. Penyebabnya beragam seperti masih ada remaja yang tidak mengetahui layanan PKPR ini ada di Puskesmas, jam buka layanan yang sama dengan jam sekolah, petugas kesehatan yang tidak ramah remaja dan tidak ada ruang khusus bagi pemeriksaan sehingga mereka tidak punya privasi untuk menyampaikan masalah kesehatan yang mereka hadapi dan yang paling urgen adalah partisipasi pasif remaja pada layanan PKPR, sehingga remaja merasa masih belum mempunyai pengaruh pada layanan ini. Maka tidak mengherankan bila kondisi kesehatan reproduksi remaja masih belum banyak berubah. Remaja masih terpapar mengalami permasalahan yang sama seperti terinfeksi IMS (infeksi menular seksual) termasuk HIV & AIDs, kekerasan terhadap perempuan, kurang gizi dan sebagainya. Belum lagi permasalahan kehamilan pada remaja usia >20 tahun yang masih tinggi. Data BKKBN tahun 2020 menyatakan angka kehamilan tidak diinginkan di Indonesia 17,5 %. Di provinsi DKI Jakarta saja, persentase umur kehamilan pertama <20 tahun pada tahun 2020 (29,32%) meningkat dibanding tahun 2019 (29,13%). Diketahui bahwa dari jumlah penduduk remaja (usia 14-19 tahun) terdapat 19,6% kasus kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan sekitar 20% kasus aborsi di Indonesia dilakukan oleh remaja (BKKBN, 2021).

Baca juga :  7 Parpol Non Parlemen Kabupaten Mojokerto Deklarasi Bangun Koalisi Mojokerto Bersatu Hadapi Pilkada 2024

Remaja yang sehat merupakan investasi masa depan bangsa, demikian disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Ir. Budi Gunadi Sadikin. Generasi muda berperan penting melanjutkan estafet pembangunan dan perkembangan bangsa. Di tangan merekalah arah negara ini ditentukan. ”Para remaja akan sangat menentukan apakah Indonesia bisa naik kelas di tataran dunia nantinya, itu sebabnya negara-negara yang banyak memiliki populasi usia muda akan menjadi negara besar nantinya,” dikutip dari artikel Remaja Sehat Komponen Utama Pembangunan SDM Indonesia dalam website Kemkes.go.id.
Kondisi kesehatan reproduksi remaja yang masih terpuruk jelas mempengaruhi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB-SDGs) yang berkait langsung dengan remaja dan orang muda, khususnya pada tujuan 3 Kehidupan Sehat & Sejahtera serta tujuan 5 Kesetaraan Gender.
Untuk itu menurut Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Nanda Dwinta Sari, dengan situasi ini ada beberapa hal yang perlu didorong yaitu: (1). Perlu adanya keterlibatan remaja dalam implementasi program PKPR mulai dari perencanaan hingga monitoring & evaluasi program. (2). Perbaikan/revitalisasi layanan Kespro remaja mulai dengan cakupan kualitas penyediaan pelayanan klinis, pemberian informasi akurat, inklusif, berorientasi pada hak remaja dan adanya dukungan masyarakat. (3). Pembekalan kepada para tenaga kesehatan terutama pengelola program PKPR sebelum melakukan pelayanan agar tenaga kesehatan / pengelola program dapat lebih siap dan tidak terjadi perlakukan diskriminasi atau bahkan melanggar hak remaja dalam memberikan layanan PKPR. (4) Menyediakan informasi atau pendidikan Kespro yang benar dan komprehensif sebagai upaya preventif/pencegahan melalui pendidikan formal atau informal. (5). Memperkuat koordinasi baik di lingkup pemerintah (antar sektoral seperti Kesehatan, Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak) dan juga di lingkup antara pemerintah dan masyarakat (stakeholder terkait.

Baca juga :  Diuji Ke MK, PKN Sarankan Tunda Pengumuman Pasangan Capres

Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) adalah lembaga sosial/nirlaba yang didirikan pada tanggal 19 Juni 2001 di Jakarta oleh para aktivis yang peduli terhadap kondisi kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia dengan cara merespon langsung berbagai isu sekitar kesehatan reproduksi dan hak-hak seksualitas perempuan yang saat ini dianggap kontroversial. Dalam perjalanannya selanjutnya, YKP menjalankan strategi yang sistematis difokuskan pada pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan yang masih terabaikan.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi
Gizka Ayu
Program Officer Yayasan Kesehatan Perempuan yang
Telp: 021 790 2112
E-mail: gizka@ykp.or.id

Leave a Reply

Pengaduan via WhatsApp!